Tas Kebaikan

  • Aliya
25 Juni 2025 - 01:58 WIB 4 Comments 260
Ilustrasi Tas Kebaikan. (Sumber: Dall-E)
Ilustrasi Tas Kebaikan. (Sumber: Dall-E)

Ukuran Font
Kecil Besar

Namaku Lisa, usiaku 12 tahun. Aku tinggal di desa yang terpencil, bersama ayah dan adikku. Sedangkan ibuku sudah lama meninggal saat aku berusia 7 tahun. Kami adalah keluarga yang kurang mampu, untuk membayar kebutuhan hidup sehari-hari saja cukup sulit. Ayahku hanya seorang buruh tani.

***

Bel pulang sekolah berbunyi, setelah itu terdengar tawa ejekan dari kawan-kawanku yang duduk di belakang

“Lihat tas Lisa kotor dan jelek, miskin, sih!” seru salah seorang temanku, tetapi aku tidak menanggapinya. Aku lekas berjalan keluar dari kelas, menghindari kawan-kawanku yang mengejekku setiap hari.

Di tengah perjalanan, aku bertemu pengemis yang sedang meminta-minta kepada semua orang. Melihatnya aku menjadi iba. Aku ingin memberinya uang, tapi sayangnya uang jajanku sedikit. Namun aku hampiri saja dan memberinya uang, padahal aku tahu itu uang jajan terakhirku di pekan ini.

Setelah aku menyodorkan uang, pengemis itu pun menatapku sambil berkata, “Terima kasih, Nak. Semoga Tuhan memberkatimu.” Aku hanya mengangguk, lalu bergegas pulang.

Sampai di rumah, ternyata Ayah belum pulang. Kemudian aku masuk kamar untuk beristirahat, tetapi tiba-tiba saja ada yang mengetuk pintu rumahku. Segera kubuka pintu, ternyata tidak ada orang di luar, yang ada hanyalah sebuah tas sekolah dan surat yang tergeletak di sampingnya.

Aku membaca tulisan singkat yang ada di surat itu. Tulisan yang hanya berisi dua kata, yaitu tas ajaib. Aku tidak memahami isi surat itu, namun aku merasa gembira karena tidak akan ada lagi yang mengejek tasku karena kotor dan jelek. Kini aku memiliki tas baru berwarna biru.

Kubawa tas biru itu ke dalam rumah. Setelah di dalam rumah, cepat aku buka resleting tas. Ternyata di dalamnya berisi roti sosis. Seketika perutku terasa keroncongan, teringat kalau belum makan sejak tadi pagi sampai siang ini. Segera kulahap roti sosisnya. Sungguh di luar dugaan, ternyata sosis itu adalah makanan terenak yang pernah kucoba. Setelah merasa kenyang, tas itu kusimpan di atas meja belajar, dan kupastikan isinya telah kosong.

Kemudian aku duduk di tepi ranjang sambil berpikir untuk memindahkan alat-alat tulis dari tas lama ke tas baru. Namun anehnya, saat kubuka tas itu lagi, kutemukan novel yang aku idamkan selama ini. Padahal sebelumnya tidak ada novel atau barang-barang apa pun di dalam tas itu. Aku mulai berpikir, mengapa tas ini seperti mengetahui kebutuhanku? Sungguh kejadian yang sangat aneh, bukan?

Lalu saat sore hari, aku sedang asyik menggambar di dalam kamar, tidak lama Ayah sampai di rumah. Aku mulai bingung bagaimana jika Ayah bertanya mengenai tas ajaib itu?

Oh, iya, kan kemarin lusa ulang tahunku, bagaimana jika kukatakan itu kado dari seseorang. Meski terdengar tidak masuk akal, tetapi ini lebih baik bagiku. Diam-diam aku berdoa semoga Ayah tidak memperhatikan adanya tas itu. Malam itu, tidurku terasa lebih nyenyak.

 ***

Esok paginya, saat di sekolah, semua orang melihatku dengan tatapan seolah bertanya-tanya. Sempat kudengar mereka berbisik-bisik tidak percaya, kalau aku mempunyai tas sekolah sebagus ini.

Lalu Alesha, salah satu teman sekelasku, bertanya, “Bagaimana kamu mendapatkan tas sebagus itu? Pasti itu mahal! Padahal kamu kan miskin, apa hasil memungut dari sampah orang kaya, ya?” Lalu semuanya menatap curiga ke arahku. Mendengar penghinaan itu, aku tidak kuat, langsung keluar dari kelas dengan menahan amarah yang memuncak di dada.

Beberapa menit kemudian, bel masuk sekolah berbunyi. Aku kembali ke kelas, namun ternyata Bu Indah belum datang. Tiba-tiba Alesha dengan nada setengah berteriak mendekatiku. “Kamu mencuri penggarisku, ya!” Aku terkejut sambil berkata tidak kalah keras, “Tidak! Kamu jangan asal tuduh!”

Bukannya berhenti, Alesha malah melanjutkan tuduhannya. Alesha dengan kasar berkata, “Bohong! Lihat saja penggarisku sudah hilang lusa kemarin!”

“Memangnya ada bukti kalau aku yang mengambil?” balasku sengit.

“Buktinya tadi aku menemukan penggarisku ada di sela-sela buku di dalam tasmu!” balas Alesha.

Seketika aku terkejut. “Loh, kamu buka-buka tasku tanpa izin?” ujarku dengan menatap tajam ke arahnya.

Sesaat kemudian, pelajaran dimulai, mengakhiri pertengkaran kami. Tetapi aku melalui pelajaran dengan hati tak menentu.

***

Sepulang sekolah, aku bertemu lagi dengan pengemis yang kemarin. Dia masih duduk di trotoar yang kotor, sambil menengadahkan tangan kepada orang-orang yang lewat.

Aku duduk di trotoar, tak jauh dari pengemis itu untuk memperhatikanya. Lalu secara tak sadar, aku merogoh tangan ke dalam tas ajaib. Ternyata di dalamnya ada sepotong roti sosis lagi. Tanpa berpikir lagi, kuberikan roti itu kepadanya. Pengemis itu menerimanya, lalu tersenyum, dan mengucapkan terima kasih kepadaku.

Pengemis itu bertanya kepadaku, “Eh, kamu anak yang kemarin memberiku uang, ya?”

Aku mengangguk, meski agak bingung.

“Sebenarnya aku yang meletakkan tas itu di depan rumahmu. Karena aku tahu, kamu anak yang tulus dan baik, maka kuberi hadiah.”

Aku semakin penasaran pada pengemis itu. Siapa sebenarnya orang ini, malaikatkah?

“Lalu dari mana asal tas ajaib itu?” tanyaku.

“Sebenarnya saya dari dunia lain, dan saya ingin menguji kebaikan hati manusia. Sayangnya, tas itu harus dikembalikan sekarang,” jelas pengemis itu dengan nada lembut.

“Dengan senang hati, Pak,” ucapku dengan mantap. Aku bergegas mengembalikan tas itu kepada pengemis yang masih menatapku.

“Baiklah, Nak. Karena kamu tidak menyalahgunakan tas ini, maka aku akan memberikan sebuah buku. Apa pun yang kamu tulis di buku ini, akan benar-benar terjadi. Namun kamu tidak bisa menghapus apa yang sudah kamu tulis.”

Ketika aku sedang memperhatikan buku yang sudah ada di genggamanku, ternyata setelah aku menoleh lagi, pengemis itu sudah tidak ada di hadapanku.

TOPIK:
  • Aliya

    Seorang siswa kelas 4 SD Jakarta Islamic School, yang kini berusia 10 tahun.

4 responses to “ Tas Kebaikan”

  1. Bambang

    Tulisannya menarik …banyak value nya

  2. Syarifah

    Keren bnget aliya.. cerita ny ngalir, cerita ny sangat hidup, seakan2 kita ikut di dlmnya…

    Ditunggu karya tulis selanjutnya yaaa….

  3. Haryadi

    Ceritanya cukup menyentuh semua orang terutama bagi orang tua.

  4. Magda Husnalia

    Bagus ceritanya

    Tingkatkan terus yaaaa

    Semangat menulis Aliya

Leave a Reply to Bambang Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *