“Kami orang pesisir kenalnya sego sambel bukan nasi boran.”
Kira-kira, begitulah, balasan saya di grup WA sewaktu salah seorang anggota grup membahas tentang kuliner khas Lamongan, nasi boran. Awal Agustus lalu, saya dan sejumlah teman memang melakukan trip heritage ke Babat untuk mengunjungi sejumlah bangunan bersejarah di salah satu kecamatan yang ada di Lamongan tersebut. Saya lalu berterus terang bahwa tidak familiar dengan nasi boran meski berasal dari Lamongan.
Bisa dibilang selama menghabiskan masa kecil hingga di SMP di Lamongan, saya hampir tidak pernah mendengar nama kuliner ini. Baru tahu nasi boran adalah kuliner khas Lamongan juga sekitar lima tahu lalu. Hingga sekarang di daerah saya yang berada di pesisir, setidaknya hanya ada satu penjual nasi boran. Itupun berada di Brondong dan baru ada sekitar tiga atau dua tahunan ini. Sementara di desa saya, Sedayulawas, setahu saya tidak ada penjual nasi boran.
Lalu, jika nasi boran bukan kuliner khas daerah Lamongan bagian pesisir, makanan jenis apa yang identik dengan wilayah dekat laut ini? Jika pertanyaan itu ditujukan kepada saya, setidaknya berdasarkan pengalaman saya selama hidup di desa, ada beberapa jenis kuliner yang bisa disebut. Makanan-makanan ini juga sebenarnya tidak spesifik hanya terdapat di desa saya saja (secara khusus) dan wilayah pesisir pada umumnya. Dalam artian bisa dibuat di tempat lain kalau mau.
Ya, berikut ini kuliner malam yang biasanya dijual dan disantap orang pesisir. Sengaja saya ambil kuliner yang diperjualbelikan di malam hari karena makanan-makanan ini lumayan melekat dalam ingatan saya sampai saat ini.
Sego Sambel
Bisa dibilang, sego sambel merupakan pemuncak dari urutan kuliner malam versi saya. Jika dibahasakan Indonesiakan, sego sambel berarti nasi sambal. Meskipun namanya sego sambel, tetapi makanannya tidak hanya terdiri dari nasi dan sambal saja. Ada juga lauk dan pauknya.
Dibandingkan dengan nasi rames, tampilan sego sambel memang terbilang sederhana karena terdiri dari sambel, lauk, dan sayur. Lauknya ini biasanya ikan laut yang dibalur tepung lalu digoreng plus tambahan gimbal tempe (sebutan untuk tempe tepung goreng). Terkait lauk, biasanya tergantung harga juga. Untuk nasi yang ada oseng-oseng cumi-cuminya, harga sekitar 10 ribu Rupiah untuk satu satu porsi.
Sementara untuk sayurnya, rata-ratanya menggunakan oseng-oseng kangkung atau kacang panjang. Hal yang khas lainnya selain sambelnya tergolong pedas sekali, untuk bungkusnya memakai daun jati. Sayangnya, seiring waktu, penggunaan daun jati ini mulai berkurang dan diganti kertas minyak. Padahal inilah yang membuat tampilan sego sambel menjadi khas.
Dibandingkan jenis kuliner lain, sego sambel paling mudah dijumpai karena banyak penjualnya.
Lodho
Kuliner lainnya yang menjadi santapan masyarakat pesisir di malam hari adalah lodho. Lodho versi orang pesisir Lamongan di sini berbeda jauh dengan tampilan lodho kepunyaan Tulunggagung. Jika lodho Tulunggagung menggunakan ayam, di Sedayulawas memakai ikan pindang dan tahu putih.
Lodho pesisir terdiri dari lontong yang dipotong-potong kemudian diatasnya diberi urap kelapa (tanpa sayur) dan diberi sambel (saya kurang tahu terbuat dari apa). Setelahnya disiram dengan dengan kuah santan yang mirip lodeh.
Makanan ini biasanya dijual malam hari. Harga per porsi berkisar antara 8 ribu hingga 10 ribu Rupiah saja.
Rujak Lontong
Berikutnya, ada rujak lontong. Makanan ini mirip tahu telor dari Malang. Hanya saja yang membedakaan antara keduanya adalah penggunaan petis. Tahu telor memakai petis hitam sementara rujak lontong menggunakan petis Madura yang berwarna cokelat.
Hal lain yang membedakan antara dua jenis makanan ini, sesuai namanya rujak lontong hanya menggunakan lontong saja dan tidak memakai nasi. Selain itu, kuliner ini hanya memakai tahu yang digoreng sebagai tambahannya. Ini tentu berbeda dengan tahu telor yang ada telur dan tahunya.
Terakhir kali saya mengkonsumsi makanan ini sewaktu liburan sekolah pada Juli lalu dengan harga 10 ribu Rupiah.
Nasi Uduk
Terakhir, ada nasi uduk. Saya sengaja memasukkan jenis kuliner ini karena memang di desa saya sendiri masih ada yang jual. Nasi gurih ini biasanya disajikan dengan ikan pindang goreng dan sambel urap. Adakalanya, ikan pindang diganti dengan telur dadar. Sekali lagi, tergantung harganya. Bahan pelengkap lainnya bisa berupa mie.
Penulis kelahiran pesisir utara Lamongan, lulusan Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (jurnalistik) yang menyukai hal-hal yang berhubungan dengan sejarah, budaya, dan film. Anggota komunitas literasi serta telah menghasilkan sejumlah antologi. Penulis dapat dihubungi melalui email: dewisartika.naura@gmail.com
Leave a Reply