Cara Orang Jawa Dulu Mengatur Hidup dengan Catur Sembah

  • Mega Yohana
28 Mei 2025 - 10:39 WIB 0 Comments 96
Meditasi
Ilustrasi laki-laki Jawa sedang bermeditasi. [Sumber: Dall-E]

Ukuran Font
Kecil Besar

Sobat Shafa, catur sembah adalah salah satu ajaran yang termuat di dalam Serat Wedhatama. Kitab filsafat Jawa ini ditulis oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunagara IV dari Surakarta pada abad ke-18. Beliau adalah negarawan, seniman, sekaligus sastrawan dan filsuf besar. Dari buku Serat Wedhatama terbitan Penerbit Narasi tahun 2010, diketahui bahwa KGPAA Mangkunagara IV sangat akrab dengan pujangga besar Jawa, R. Ng. Ranggawarsita.

Catur sembah adalah empat cara “menyembah” alias menghormati dan menyadari hidup dengan lebih jernih. Bukan cuma soal ibadah, tapi juga bagaimana kita bersikap terhadap tubuh, hati, dan hidup kita sehari-hari.

Mungkin, sebagian dari kita mengira bahwa ajaran spiritual itu rumit. Tapi, orang Jawa pada zaman dulu memiliki cara untuk mencapai spiritualitas yang sederhana dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu caranya adalah melakukan catur sembah seperti yang dituturkan dalam Serat Wedhatama.

Catur Sembah Pertama: Sembah Raga

Dari namanya, kita sudah bisa menebak, ya. Raga sama dengan tubuh. Jadi, sembah yang pertama ini soal menjaga tubuh. Apa yang bisa dilakukan?

Tentu saja yang pertama ibadah atau ritual seperti shalat bagi umat Islam, melakukan puja di Pura bagi umat Hindu, mengikuti Kebaktian bagi umat Kristen, dan lain sebagainya. Kemudian juga menjaga tubuh dengan berpuasa, meditasi, olah raga … yah, secara umum “menjaga tubuh”. Artinya nggak hidup sembarangan, menjaga makan dan minum, dan mau menahan diri.

Melalui sembah raga ini, kita menghormati tubuh kita sebagai bentuk syukur kepada Tuhan YME.

Catur Sembah Kedua: Sembah Cipta atau Sembah Kalbu

Sembah yang kedua adalah sembah cipta atau disebut juga sembah kalbu. Karena setelah raga atau badan, giliran kalbu atau hati kita.

Sembah kalbu mengajari kita supaya lebih sabar dan nggak mudah terbawa emosi. Di sini kita juga diajari supaya nggak gampang iri dan bisa menjaga perasaan.

Hidup itu nggak harus drama terus, Sobat Shafa. Kalau kata Marco di seri Animorphs, sih, tinggal bagaimana kita melihat kehidupan. Mau melihatnya sebagai drama yang menyedihkan atau melihatnya sebagai komedi belaka.

Nah, kalau hati kita jernih, kita bisa menahan diri dan melihat segala sesuatunya secara terbuka, pikiran kita juga akan jernih. Dan pastinya hidup juga jadi lebih tenang.

Catur Sembah Ketiga: Sembah Jiwa

Oke, raganya sudah dijaga, hati pun tenang, giliran jiwanya nih.

Di tahap ini, kita akan menyadari bahwa hidup itu nggak cuma urusan dunia. Kita diajak berpikir lebih dalam. Kita hidup di dunia ini untuk apa? Siapa yang mengatur segalanya? Terus, apa tujuan kita di dunia ini?

Kalau di Serat Wedhatama disebutkan, “Jagad agung ginulung lan jagad cilik.”

Jagad agung itu makrokosmos atau alam semesta. Sementara itu, jagad cilik atau jagad alit adalah mikrokosmos alias alam manusia. Jadi, kalimat itu mengajari kita bagaimana alam semesta dipadukan dengan alam manusia, sehingga kita punya rasa sadar dan bersyukur setiap hari.

Catur Sembah Keempat: Sembah Rasa

Ini tingkatan sembah yang paling dalam menurut Serat Wedhatama. Kalau sudah sampai di sini, katanya kita bisa merasa “dekat” dengan Tuhan, tanpa harus ngomong apa-apa. Batin kita hening, nggak ribut sama keinginan sendiri.

“Dadine wis tanpa tuduh, mung kalawan kasing batos.”

Jadi, terwujudnya sudah tanpa memerlukan petunjuk, hanya tinggal menggunakan kekuatan batin.

Catur Sembah dan Manifestasi Keseimbangan

Di zaman sekarang yang serba buru-buru, catur sembah mengajari kita untuk pelan-pelan, sadar, dan nggak hidup sekadar lewat. Kita diajari bagaimana menjaga tubuh, menjaga hati, jiwa, dan perasaan. Kita belajar untuk nggak emosian, nggak iri sama pencapaian orang, dan fokus pada memperbaiki diri.

Mungkin kebanyakan dari Sobat Shafa lebih familier dengan ungkapan Latin ini: Mens Sana in Corpore Sano. Artinya: Jiwa yang sehat di dalam tubuh yang sehat.

Nah, ungkapan itu sebenarnya sejalan dengan ajaran catur sembah dalam Serat Wedhatama yang dituliskan begini:

Wong seger badanipun: otot, daging, kulit, balung, sungsum, tumrah ing rah memarah antenging ati. Antenging ati nunungku, angruwat ruweding batos.

Artinya: Orang yang bugar jasmaninya, baik otot, daging, kulit, maupun tulang sumsumnya, memengaruhi darah dan menenangkan hati. Ketenangan hati akan melenyapkan pikiran yang kisruh atau ruwet.

Jadi, ya! Di dalam tubuh yang sehat bersemayam jiwa yang sehat.

[]

TOPIK:
  • Mega Yohana

    Suka mempelajari sejarah, khususnya Jawa Kuno. TikTok: @pustakamega

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *