Puisi Agus Widiey

  • Agus Widiey
28 April 2025 - 02:35 WIB 0 Comments 159
Ilustrasi Puisi Agus Widiey. (Sumber: Dall-E)
Ilustrasi Puisi Agus Widiey. (Sumber: Dall-E)

Ukuran Font
Kecil Besar

Alienasi

setelah tuhan kita bunuh,

di sini, kebenaran makin rapuh

sedang proyeksi ketenangan dalam diri

nyaris jadi teralienasi.

Yogyakarta, 2024


Demikianlah

demikianlah,

tak ada nelayan

di pulau ini,

ketika sejumlah kabut

yang mengendap, perlahan

meluapkan air mata kesedihan.

apa yang berharga

di pulau yang amis

dengan kenangan ini,

selain sisa sampan

juga sejumlah harapan

yang masih bertahan

dalam kerinduan?

hari-hari berlari,

kecuali kemiskinan

yang mengekal

di antara besi kapal.

demikianlah,

setelah ketenangan runtuh,

kita pun hanya sanggup meraba

kecemasan yang berserakan dalam dada.

Batuputih, 2025


Jalan yang Lain

semua jalanku,

adalah jalan menujumu,

meski jarak yang membentang

setiap celahnya, digenangi gerimis,

juga dipenuhi serakan bayang-bayang.

semoga jalanku,

adalah jalan yang benar,

karena kurasa, cinta dalam diriku

telanjur beku.

menujumu,

adalah menuju kiblat kegelisahan;

ketika penyair sepertiku kerap diintai kerinduan.

Batuputih, 2025


Lagu Kehilangan

akan tiba saatnya,

kita kembali

memungut kenangan

di antara detik

yang gugur dari kenyataan.

setiap masa lalu

menyimpan kesedihan

meski tidak selalu.

maka, mesti ada yang kita tinggalkan

juga meninggalkan kita,

entah kapan tiba saatnya,

siapa pun tidak akan bisa menerkanya;

termasuk juga kau

yang kini asing dari mataku.

Yogyakarta, 2025


Pulang ke Pulau

pulau menunggu,

di antara karang terumbu.

dan cemara yang kerap melambai itu

kini sudah mulai abai di hadapan mataku.

dalam asin perjalananku

pulang adalah penawar rindu

ketika masa lalu kembali berderu

juga angin yang amis kembali kuhidu.

sebelum senja raib

kulihat kecemasan yang bertumpukan

di dada nelayan; ditumpulkan

dengan bermacam doa dan harapan.

kemudian perahu berangkat

dengan dingin melekat.

tapi jimat yang terbuat dari nyali

dapat redakan kesumat

yang berdebur tanpa henti.

pulanglah ke pulau, anakku

sebelum pagar-pagar besi

menjadi jeruji kesedihan

di hati para nelayan.

keluh bapakku,

ketika menyaksikan

sejumlah ikan lari ketakutan

karena ada semacam bau racun kerakusan.

Yogyakarta, 2024

TOPIK:

  • Agus Widiey

    Lahir di Sumenep, 17 Mei. Alumnus Pondok Pesantren Nurul Muchlishin, Pakondang, Rubaru, Sumenep. Sekarang tercatat sebagai mahasiswa Filsafat Islam UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Menulis puisi dengan dwibahasa, Indonesia-Madura. Tulisannya tersebar di berbagai media, baik lokal maupun nasional. Pernah menjuarai lomba cipta puisi yang diselenggarakan Majelis Sastra Bandung (2021). Saat ini bermukim di Yogyakarta.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *