Ternyata nggak cuma di dunia One Piece, ya, ada poneglyph yang hilang. Di Lamongan pun ada prasasti yang hilang. Prasasti Pamwatan namanya, yang ditemukan di Desa Pamotan, Kecamatan Sambeng, Kabupaten Lamongan. Prasasti ini sempat dibaca sebagian oleh L. C. Damais pada 1955, tapi hilang dicuri pada tahun 2003.[1]
Sayangnya, karena prasasti aslinya hilang dan belum ditemukan hingga hari ini, kita hanya dapat menelisik isinya berdasarkan pembacaan awal oleh Damais. Dikatakan bahwa Prasasti Pamwatan (nama kuno untuk Pamotan) dikeluarkan pada 5 Suklapaksa bulan Posya tahun 964 Saka atau 19/20 Desember 1042 Masehi.[2]
Isi Prasasti Pamwatan ditulis dengan bahasa dan aksara Jawa Kuno. Prasasti ini dikeluarkan oleh Sri Maharaja Rakai Halu Sri Lokeswara Dharmmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa dengan Rakryan Mahamantri i Hino bernama Sri Samarawijaya.
Pada sisi depan bagian atas prasasti terdapat tulisan yang berbunyi DAHAṆA dalam aksara Kwadrat (aksara Jawa Kuno atau Kawi yang ditulis timbul dan berukuran besar). Ini memunculkan dugaan bahwa lokasi ditemukannya prasasti ini dulu merupakan Kota Dahana, pusat pemerintahan baru kerajaan yang ditempati oleh Airlangga sebelum lengser keprabhon mandheg pandhita (turun takhta menjadi pendeta).
Mungkin, sebagian dari kita cukup familiar dengan nama Daha sebagai ibu kota Kerajaan Kadhiri. Namun, perlu diketahui bahwa dalam bahasa Jawa Kuno, kata daha secara harfiah berarti menguasai/memerintah, mengatur, menjadi pemimpin, menjadi terkemuka, melebihi/melampaui, mengungguli. Kata daha lantas mendapat akhiran -ṇa (pakai ṇ titik bawah) yang berarti untuk me-sangat-kan. Jadi, kemungkinan dahaṇapura artinya adalah ibu kota/istana yang sangat (paling) terkemuka.[3]
Dilansir beritajatim, Supriyo, sejarawan Lamongan, mengatakan bahwa sebagian besar ahli arkeologi berpendapat penulisan kata Dahana ini berkaitan dengan nama ibu kota terakhir dari kerajaan Airlangga, yakni Dahanapura, sesudah Wwatan Mas, Kahuripan, dan Patakan sebagai ibu kota sementara. Pendapat itu juga didasarkan pada Serat Calon Arang yang menyatakan bahwa Airlangga berkedudukan di Dahanapura sebagai ibu kotanya. Meski dalam serat tersebut tidak disebutkan secara persis letak ibu kota Dahanapura, diduga masih di sekitar kawasan Lamongan selatan.[4]
Kasus hilangnya Prasasti Pamwatan yang hingga kini belum diketahui keberadaannya ini menyoroti lemahnya perlindungan terhadap benda-benda cagar budaya. Padahal, ketika prasasti yang menyimpan informasi sejarah yang penting ini hilang, yang lenyap bukan hanya fisiknya, tapi juga bagian penting dari narasi sejarah bangsa.
Dan sebenarnya kasus hilangnya benda-benda cagar budaya bukan sekali dua kali terjadi. Bahkan kadang keteledoran pemerintah daerah juga turut andil di sini. Sering terjadi pula, ketika benda peninggalan sejarah diambil dengan alasan “diamankan” dari lokasi aslinya, tapi kemudian hanya dibiarkan begitu saja di gudang. Belum lagi yang memang hilang dicuri tangan-tangan kotor. Dan ini terjadi di banyak tempat.
Oleh karena itu, penting sekali bagi masyarakat maupun pemerintah, baik daerah maupun pusat, untuk bersama-sama bersinergi menjaga dan melestarikan warisan budaya seperti prasasti, arca kuno, dan semacamnya. Sebab, benda-benda ini menyimpan sejarah penting bangsa. Ingat kata Bung Karno, “Jas Merah! Jangan sekali-kali melupakan sejarah!”
[]
Suka mempelajari sejarah, khususnya Jawa Kuno. TikTok: @pustakamega
Leave a Reply