Sewaktu-waktu, seandainya ada berkunjung ke Lamongan dan melewati Jalan Daendels di sepanjang Paciran, cobalah mampir ke salah satu warung yang ada di tepi jalan. Warung sederhana dan terbuka serta berdiri di kanan-kiri ini bisa dijumpai mulai Desa Kandangsemangkon hingga Paciran. Kuliner yang dijual pun seragam.
Dengan posisi warung menghadap jalan raya, saat melintas, para pengguna jalan raya bisa melihat dengan jelas apa saja yang dijajakan di meja selama kendaraan tidak dipacu dengan kecepatan tinggi. Legen, jumbreg, gorengan, siwalan (ental), dan gula aren adalah beberapa jenis kuliner yang dijual. Empat macam makanan yang disebut diawal bisa dikonsumsi langsung, tetapi tidak demikian dengan gula aren yang biasa dijadikan buah tangan.
Berbeda dengan gula aren di pasaran yang konon lebih banyak mengandung gula pasir, gula aren asal paciran ini terbuat dari nira pohon siwalan. Pohon siwalan sendiri banyak tumbuh di Paciran. Sebagaimana pohon kelapa, hampir semua bagian dari tanaman yang mempunyai nama latin Borassus flabellifer ini bisa dimanfaatkan seperti bunga, daun, batang, dan buahnya.
Keberadaan gula aren sendiri telah ada sejak lama di Indonesia. Bahkan gula ini merupakan gula asli masyarakat Indonesia dan telah lama digunakan. Namun, oleh Belanda, penggunaan gula ini diganti dengan gula pasir terutama saat permintaan dunia akan komoditas tebu untuk dijadikan gula meningkat di tahun 1800-an. Belanda pun melakukan budidaya tanaman tebu melalui tanam paksa.
Sementara itu, nira pada pohon siwalan mengandung kadar gula yang cukup tinggi dan berbentuk cairan. Selain mengandung gula, dalam nira juga terkandung protein dan lemak. Nira memiliki kemampuan berfementasi. Jika disimpan lebih dari 24 jam nira yang sudah diolah (direbus) akan menjadi tuak. Pada pohon siwalan, nira didapat dengan menyadap tandan bunga jantan. Nira bisa dimanfaatkan sebagai obat TBC, wasir, disentri, paru,dan melancarkan buang air besar
Selain diolah menjadi legen atau tuak, masyarakat Paciran juga mengolah nira dari pohon siwalan ini menjadi gula merah (aren). Untuk menjadi gula aren, nira harus diolah terlebih dahulu. Nira direbus menggunakan tungku dan kayu bakar. Biasanya, proses produksi gula merah ini memang dilakukan dengan cara tradisional. Nira direbus hingga mengental dan berwana kecokelatan. Saat direbus, nira harus terus diaduk-aduk. Kemudian, nira yang telah mengental ini dimasukkan dalam cetakan dan menjadi gula aren.
Bagus atau tidaknya kualitas gula aren yang dihasilkan juga dipengaruhi kadar gula yang tingga pada nira. Pada musim kemarau, nira yang didapat biasanya jumlahnya sedikit, tetapi punya mutu baik. Sebaliknya, sewaktu musim hujan, jumlah nira yang diperoleh bisa lebih banyak. Namun, kualitasnya rendah karena nira bercampur dengan air hujan sehingga kualitas gula aren yang diproduksi mempunyai mutu tidak baik.
Dibandingkan bahan pemanis sejenis seperti gula pasir, gula aren mempunyai keunggulan tersendiri. Gula aren lebih sehat dikonsumsi mengingat pengolahannya yang masih alami serta mengandung sejumlah zat yang baik baik kesehatan seperti zat besi, antioksidan, zinc dan vitamin B2. DIsamping itu meski harganya lebih mahal gula aren berfungsi untuk mencegah anemia, meningkatkan daya tahan tubuh, menambah tenaga, menjaga kadar kolesterol tubuh, dan mempercepat peredaran darah. Tak hanya itu saja, gula aren juga bisa dipakai dalam pembuatan makanan tradisional.
Referensi
Lingawan dkk. (2019). Gula Aren: Si Hitam Manis Pembawa Keuntungan dengan Segudang Potensi. Jurnal Pemberdayaan Masyarakat, 1(1), 2-4.
Awwaliyah, F & Gunawan, EKI. (2024). Analisis Kelayakan Usaha Gula Aren Di Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan. Jurnal Ekonomi, Manajemen, dan Akuntansi, 2(7), 226-234.
Hotijah dkk. (2020). Pengaruh waktu penyadapan nira dan lama penyimpanan terhadap kualitas nira siwalan (Borassus flabellifer L.). Prosiding Seminar Nasional V 2019.
Penulis kelahiran pesisir utara Lamongan, lulusan Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (jurnalistik) yang menyukai hal-hal yang berhubungan dengan sejarah, budaya, dan film. Anggota komunitas literasi serta telah menghasilkan sejumlah antologi. Penulis dapat dihubungi melalui email: dewisartika.naura@gmail.com
Leave a Reply