Kura-Kura Ingin Terbang adalah salah satu dongeng rakyat Indonesia yang tersebar luas dan memiliki banyak versi cerita. Kadang dongeng ini juga dikaitkan dengan cerita Kancil, dan kalau kalian mengetik “kura-kura ingin terbang” di YouTube, misalnya, kalian akan menemui beragam dongeng animasi yang menceritakan kisah ini dalam berbagai versi.[1]
Menurut penelitian sejarah, dongeng kura-kura yang ingin terbang berasal dari kisah-kisah Tantri Kamandaka yang terpahat di relief-relief candi era Jawa Kuno.[2] Salah satunya, di relief kolam patirtan Candi Penataran.[3]
Relief kura-kura ingin terbang terdapat di dinding kolam patirtan yang ada di bagian belakang kompleks Candi Penataran. Pada relief yang dibaca dari kanan ke kiri tersebut tampak tiga panel cerita.

Panel pertama di sudut kanan bawah memperlihatkan dua ekor kura-kura berhadap-hadapan dengan seekor burung yang menggigit ranting. Selanjutnya, tampak si burung terbang dengan menggigit ranting dan kedua kura-kura menggigit kedua sisi ranting. Sementara itu di bawah, dua ekor ajag atau anjing hutan asli Jawa terlihat mendongak/menyalak ke arah burung yang membawa terbang kura-kura. Panel selanjutnya menunjukkan kedua kura-kura terjatuh dan langsung diterkam oleh para anjing hutan.
Nah, dari relief itu, berkembanglah berbagai versi dongeng rakyat Indonesia tentang kura-kura yang ingin terbang.
Dikisahkan di sebuah danau, hiduplah seekor burung bangau dan dua ekor kura-kura. Ketika kemarau panjang melanda dan membuat danau tempat tinggal mereka mengering, burung bangau memutuskan untuk pindah ke tempat lain. Kedua kura-kura yang mendengar bahwa burung bangau hendak pindah lantas meminta untuk diajak serta.[4]
Burung bangau bersedia membawa kedua kura-kura. Dia lantas mencari ranting dan memberi tahu kedua kura-kura cara agar dia bisa membawa mereka bersamanya, yaitu kedua kura-kura harus menggigit kedua ujung ranting. Burung bangau juga berpesan kepada kedua kura-kura agar tidak membuka mulut saat mereka terbang. Setelah mendengar kedua kura-kura menyanggupi dan berjanji tidak akan membuka mulut, burung bangau pun membawa mereka terbang.
Dalam perjalanan, dua anjing hutan melihat kedua kura-kura terbang bersama si burung bangau. Anjing hutan itu pun mengejek kura-kura. Kura-kura yang mendengar ejekan kedua anjing hutan menjadi marah. Dengan geram mereka membalas ejekan anjing hutan. Namun, begitu membuka mulut untuk membalas, pegangan mereka pada ranting terlepas. Kedua kura-kura jatuh ke tanah dan segera menjadi mangsa para anjing hutan.
Dalam versi cerita Kancil, dikisahkan seekor kura-kura yang tinggal di dekat danau di dalam hutan. Kura-kura itu sedih karena ingin terbang seperti burung-burung. Dia ingin melihat keadaan bumi dari langit. Kancil yang melihat kura-kura tampak murung lantas menghampiri dan menanyainya. Setelah mendengar alasan kura-kura, kancil mendapat ide.
Kancil meminta dua itik yang juga tinggal di danau itu untuk membawa kura-kura terbang. Caranya, kedua itik masing-masing menggigit ujung ranting, lalu kura-kura menggigit bagian tengah ranting. Kancil juga mengingatkan kepada kura-kura agar tidak berbicara selama terbang.
Setelah siap, kedua itik terbang dengan membawa ranting dan kura-kura bersama mereka. Mereka berkeliling di atas hutan. Burung-burung lain pun heran melihat kura-kura terbang bersama itik. Mereka menghampiri dan bertanya. Kura-kura sangat senang bisa terbang. Dia mencoba menjawab pertanyaan para burung. Kura-kura melupakan nasihat kancil. Begitu dia membuka mulut untuk berbicara, kura-kura pun jatuh.
Kura-kura ingin terbang versi cerita Kancil ini diadaptasi dalam salah satu episode cerita animasi Pada Zaman Dahulu dari Les’ Copaque Production.[5]
Dalam salah satu dongeng animasi baru, dikisahkan kura-kura tinggal di sebuah danau bersama angsa, bangau, dan binatang-binatang lain. Kura-kura yang sehari-hari hanya berkutat di danau merasa bosan. Apalagi saat mendengar cerita para burung yang sering singgah untuk minum di danau. Para burung itu sering menceritakan daerah-daerah yang mereka kunjungi serta hal-hal menarik yang mereka temui.[6]
Makin mendengar cerita para burung, kura-kura makin penasaran. Dia ingin juga merasakan terbang seperti para burung. Kura-kura pun menjadi murung mengingat dirinya hanya bisa merayap di tanah. Apalagi dengan tempurungnya yang berat.
Angsa melihat kura-kura yang murung. Dia lantas bertanya apa sebab kura-kura tidak bersemangat. Setelah mendengar jawaban kura-kura, angsa merasa kasihan. Angsa berpikir dan mendapat ide. Dia memanggil temannya untuk membantu kura-kura merasakan terbang.
Kedua angsa mencari ranting untuk mereka gigit di kedua ujungnya dan menyuruh kura-kura menggigit bagian tengah ranting. Tak lupa, mereka mengingatkan agar kura-kura tidak membuka mulut saat mereka terbang nanti.
Setelah persiapan selesai, kedua angsa terbang dengan membawa ranting dan kura-kura. Kura-kura sangat senang akhirnya bisa merasakan terbang. Saking senangnya, kura-kura tertawa bahagia. Namun, begitu dia membuka mulut dan tertawa, jatuhlah dia ke danau.
Dongeng kura-kura yang ingin terbang memang memiliki berbagai versi. Namun, meski demikian ada satu kesamaan, yaitu kura-kura diajak terbang dengan cara menggigit ranting dan kura-kura melupakan nasihat untuk tidak membuka mulut selama terbang.
Pesan moral yang dapat kita ambil dari kisah kura-kura ini adalah untuk tidak mengabaikan nasihat baik yang diberikan kepada kita. Sebab, sekali kita melalaikan nasihat, itu bisa membawa akibat yang buruk untuk diri kita sendiri.
Ada pelajaran untuk tidak serakah dan iri terhadap kelebihan orang lain, seperti kura-kura yang ingin terbang seperti burung. Padahal, kura-kura memiliki kelebihan tersendiri yang tidak dimiliki burung seperti tempurung yang keras untuk melindungi diri.
Versi cerita relief lebih ekstrem lagi, yaitu ajaran untuk tidak mudah marah. Dalam cerita kura-kura ingin terbang versi relief, kura-kura mendapat celaka dan berakhir hidupnya gara-gara tidak bisa mengendalikan amarah sehingga melupakan nasihat bangau.
Namun demikian, ada watak baik yang bisa diteladani dari kisah kura-kura ingin terbang, yaitu watak burung/bangau yang suka menolong.
[]
Suka mempelajari sejarah, khususnya Jawa Kuno. Pernah menjadi tutor ekstrakurikuler Jurnalistik, menerbitkan beberapa novel dan antologi, serta menjadi editor beberapa buku terbit. Kini seorang ibu rumah tangga dengan satu anak, sambil bekerja freelance di sana sini. TikTok: @pustakamega
Leave a Reply